Blue Economy sebagai Alternatif Konsep Pembangunan Pada Sektor Kelautan dan Perikanan di Indonesia
Photo : Doc. GMKI Purwokerto |
Konsep blue
economy adalah konsep pembangunan yang mengedepankan berkelanjutan
dengan mengefisienkan sumber daya alam tanpa adanya limbah.
Limbah dijadikan sebagai bahan baku bagi produk lain, sehingga limbah
menghasilkan lebih banyak produk dan pendapatan. Dampak dari blue
economy adalah melipatgandakan (multiplier effect) pendapatan
masyarakat dan perluasan lapangan kerja. Bagi perusahaan yang menerapkan konsep
ini, dapat melipatgandakan pendapatan perusahaan karena memanfaatkan sumber
daya alam lebih efisien. Arah kebijakan pembangunan blue
economy adalah pro poor, pro job, pro growth,
dan pro environment.
Indonesia dapat
dikatakan sebagai negara kepulauan atau disebut dengan archipelago
state. Mengapa demikian? Karena Indonesia memiliki pulau terbanyak di dunia
dengan jumlah sebanyak 17.504 buah dengan panjang garis pantai mencapai 104.000
km. Negara Republik Indonesia memiliki total luas laut sekitar 3.544 juta km2 (Kelautan
dan Perikanan Dalam Angka, 2010) atau sekitar 70 persen dari total luas seluruh
wilayah Indonesia. Dengan keadaan tersebut menjadikan sektor perikanan
dan kelautan menjadi salah satu sektor riil yang sangat potensial untuk
dikembangkan di Indonesia. Salah satu potensi yang dapat dimaksimalkan ialah
potensi ekonomi, hal ini dikarenakan nilai potensi ekonomi yang mencapai US$ 82
milyar per tahun. Potensi tersebut meliputi potensi perikanan tangkap sebesar
US$ 15,1 milyar per tahun, potensi budidaya laut sebesar US$ 46,7 milyar per
tahun, potensi perairan umum sebesar US$ 1,1 milyar per tahun, potensi budidaya
tambak sebesar US$10 milyar per tahun, potensi budidaya air tawar sebesar US$
5,2 milyar per tahun, dan potensi bioteknologi kelautan sebesar US$ 4 milyar
per tahun. Dengan potensi ekonomi yang cukup menjanjikan tersebut, hal ini
dapat mendorong pertumbuhan ekonomi negara yang pada nantinya akan berdampak
menambah pendapatan per kapita masyarakat (trickle down effect). Sektor
perikanan dan kelautan Indonesia tentu sangat potensial untuk dikembangkan, hal
ini didasari pada kenyataan bahwa (1) Indonesia memiliki sumber daya perikanan
yang besar baik ditinjau dari kuantitas maupun kualitas. (2) Industri di sektor
perikanan dan kelautan memiliki keterkaitan dengan sektor-sektor lainnya. (3)
Industri perikanan berbasis sumber daya nasional atau dikenal dengan istilah national
resouces based industries, dan (4) Indonesia memiliki keunggulan comparative
advantage yang tinggi di sektor perikanan sebagaimana dicerminkan dari
potensi sumber data yang ada.
Namun perlu diperhatikan
bahwa pembangunan sektor perikanan dan kelautan Indonesia selama ini sangatlah
ironis. Karena secara empiris, potensi yang sangat besar ini kurang mendapat
perhatian bahkan dipinggirkan oleh pemerintah. Hal ini dikarenakan oleh
strategi pembangunan yang berbasis sumber daya alam lebih diutamakan kepada
pertanian dan pertambangan. Selain itu pula, penekanan pembangunan sektor
perikanan selama ini lebih bersifat eksploitasi sumber daya sehingga
mengakibatkan penurunan kualitas ekosistem lingkungan dan tidak memperhatikan
nilai tambah ekonomi yang dapat diperoleh dari sektor tesebut. Pemerintah
Indonesia dinilai masih belum maksimal dalam memanfaatkan potensi perikanannya.
Guru Besar Fakultas Pertanian dan Ilmu Kelautan IPB, Prof. Dr. Ir. Rokhmin
Dhanuri MS, menyebutkan bahwa Indonesia memiliki potensi produksi perikanan
terbesar di dunia sekitar 65 juta ton per tahun dan baru 20 persen yang
dimanfaatakan dan dalam pemanfaatannya pun tidak dilakukan secara professional
dan ekstraktif.
Pada keadaan tenaga
kerja, sektor ini dapat dikatakan sangatlah minim diminati. Hal ini dikarenakan
oleh jumlah penawaran kerja sebesar 14.550, baru terisi 6.350 tenaga kerja yang
terdiri atas 2945 tenaga kerja pada posisi subsektor perikanan tangkap, 550
pada posisi subsektor pengolahan perikanan, dan 154 tenaga kerja pada posisi
subsektor perikanan budi daya, serta sebanyak 2701 tenaga kerja pada subsektor
pengolahan lingkungan laut, pesisir dan pulau-pulau kecil (kemenarkertrans.go.id).
Jumlah bursa tenaga kerja yang ditawarkan terbagi dalam 5 kategori zona yang
antara lain zona kewirausahaan (9 perusahaan), zona pelaut perikanan (15
perusahaan), zona budidaya (15 perusahaan), zona pengolahan (5 perusahaan), dan
zona industri maritim (10 perusahaan). Dengan adanya penawaran kerja yang cukup
besar ini diharapkan bahwa nantinya para lulusan universitas dan khususnya para
lulusan pendidikan ilmu kelautan dan perikanan, diharapkan agar mau mengelola
potensi yang ada secara optimal, efektif dan efisien. Akan tetapi, para
pemuda-pemudi bangsa ataupun para lulusan universitas masih terjebak dengan mindset bekerja
di darat (dikantor) padahal luas daratan lebih kecil daripada luas lautan yang
dimiliki Indonesia serta jiwa entrepreuner pada sektor ini
juga masih sangat minim.
Acuan teori ialah
pertama teori dari Joseph Alios Schumpeter lahir pada 8 Februari 1883 di
Austria. Beliau memulai studinya di bidang hukum pada University of
Vienna. Karya-karya tulisannya ialah Theorie der Wirtschaftlichen Entwicklung yang
diterbitkan pada tahun 1911., The Theory of Economic Development tahun
1934, Capitalism, Socialism, and Democracy tahun 1943.
Pokok-pokok pikiran Schumpeter adalah faktor utama yang menyebabkan
perkembangan ekonomi adalah proses inovasi dan pelakunya adalah para innovator
atau pengusaha (entrepreneurship). Pembangunan ekonomi yang
dimaksudkan oleh Schumpeter ialah kenaikan output yang disebabkan oleh inovasi
yang dilakukan oleh para pengusaha (entrepreneurship). Inovasi tersebut
bukan hanya berarti perubahan yang “radikal” dalam hal teknologi, inovasi dapat
juga direpresentasikan sebagai penemuan produk baru, pembukaan pasar baru, dan
sebagainya. Inovasi tersebut menyangkut perbaikan kuantitatif dari sistem
ekonomi itu sendiri yang bersumber dari kreatifitas para pengusahanya. Kedua,
teori comparative advantage yang dicetuskan oleh David Ricardo
yang lahir di London, Inggris pada tahun 1972. Karya-karyanya seperti The
High Price of Bullion (1810) dan A Proof of the Depreciation
of the Bank Notes (1811). Teori comparative advantage menjelaskan
bahwa suatu negara akan memiliki keunggulan comparative sehingga
akan membuat negara tersebut menjadi spesialisasi (Arsyad,2010:78). Dalam hal
ini, Indonesia memiliki comparative advantage pada sektor
perikanan dan kelautan.
Konsep blue
economy sesuai dengan visi pembangunan kelautan dan
perikanan yang berdaya saing dan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat. Konsep yang dapat diterapkan
pada pembangunan sektor kelautan dan perikanan yang disinergikan dengan
konsep blue economy antara lain: pertama, mengintegrasikan antara
ekonomi dan lingkungan, jenis investasi dan sistem produksi, kebijakan pusat,
daerah, dan lintas sektor. Kedua, berbasis kawasan, yakni
kawasan ekonomi potensial dan lintas batas ekosistem, wilayah administratif,
dan lintas sektor. Ketiga, sistem produksi bersih, efisien
tanpa limbah, bebas pencemaran, dan tidak merusak lingkungan. Keempat,
investasi kreatif dan inovatif, yakni penanaman modal dan bisnis dengan model
blue economy. Selanjutnya, berkelanjutan, seimbang
antara pemanfaatan ekonomi sumber daya alam dan pelestarian lingkungan.
Beberapa tantangan yang perlu diperhatikan dalam
penerapan konsep ini antara lain perubahan iklim, kerusakan
lingkungan,
minimnya minat kerja pada sektor kelautan dan perikanan, proses
produksi yang menggunakan teknologi tidak ramah lingkungan, koordinasi antar
sektor yang lemah, kendala transportasi laut dan infrastuktur, dan ketimpangan
pembangunan ekonomi. Strategi penerapan Blue Economy di
Indonesia bidang Kelautan dan Perikanan yaitu pertama, program
konversi energi ramah lingkungan bagi kapal-kapal perikanan. Energi
alternatif tersebut berupa, solar cell, hybrid, compressed
natural gas (CNG), termasuk penggunaaan angin untuk menghasilkan
listrik sebagai penggerak kapal perikanan sehingga ketergantungan akan
energi fosil dapat dikikis. Kedua, menciptakan peluang-peluang
investasi dan mengembangkan usaha dan investasi di sektor kelautan dan
perikanan yang berbasis blue economy. Ketiga,
pengembangan dokumentasi dan materi blue economy untuk publik
dan mempromosikan penyelenggaraan dan partisipasi bersama di dalam pertemuan
internasional. Keempat, mengembangkan aktivitas ekonomi berbasiskan
pesisir dan laut yang terintegrasi dengan Integrated Coastal
Management (ICM). Kelima, mengikutsertakan pihak
swasta untuk mengembangkan teknologi ramah lingkungan berbasis blue
economy.
Daftar Pustaka
Arsyad, Lincolin. 1999. Pengantar
Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi. BPFE : Yogjakarta
Arsyad, Lincolin. 2010. Ekonomi
Pembangunan. Edisi 5. STIM YKPN : Yogjakarta
Daryanto, Arief. 2007. Dari Klaster
Menuju Peningkatan Daya Saing Industri Perikanan. Buletin Craby &
Starky, Edisi Januari 2007.
Penulis :
Darwin Hartono Siahaan
Kepala Departemen Kaderisasi GMKI Cabang Purwokerto Masa Bakti
2012-2013
Mahasiswa Program Fast Track Magister Ilmu Ekonomi Unsoed 2014