Marie Claire



Teologi Feminis
Perbedaan gender merupakan sebuah masalah yang telah cukup lama berkembang di dalam masyarakat. Hal ini dikarenakan masyarakat mengandung paham patriarkhat, sistem pengelompokkan sosial yang sangat mementingkan garis keturunan bapak. Paham ini menganggap perempuan hanya berfungsi “di belakang”. Ia ditempatkan untuk mengurus rumah, mendidik anak dan melayani suami. Pandangan seperti ini membuat ruang gerak kaum perempuan terbatas.
Melihat fenomena ini lahirlah sekelompok orang yang menamakan diri kelompok feminis. Mereka berjuang untuk memperoleh hak yang sama seperti yang dimiliki oleh laki-laki. Hak untuk berkarir, menjadi pemimpin, dll. Hal ini berdampak juga ke dalam gereja.
Peraturan Gereja yang mengikat mengharuskan perempuan untuk tidak terlibat aktif di dalam pelayanan. Laki-laki diberi porsi yang lebih besar dari perempuan. Padahal, di mata Tuhan semuanya, entah itu laki-laki maupun perempuan memiliki hak yang sama untuk melayani Tuhan. Maka lahirlah teologi feminisme.
                Feminisme ingin menunjukan pada masyarakat bahwa laki-laki maupun perempuan hidup dan bekerjasama sebagai mitra sejajar yang mempunyai tanggungjawab yang sama. Namun Feminisme juga mengakui perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Meskipun begitu, Feminisme tidak menginginkan dominasi kaum perempuan terhadap laki-laki ataupun masyarakat pada umumnya. Kaum Feminis mewariskan pemikiran eksklusif yang menentukan kebudayaan barat (yang berpikir secara eksklusif), dan mencari pemikiran inklusif yang menerima kepelbagaian sebagai kekayaan dan dorongan untuk mencari kebenaran yang lebh dalam dan utuh.
Oleh karena itu, sebagai orang kristen hendak menekankan ketuhanan atau keilahian sebagai rahasia yang melampaui segala sesuatu yang dapat kita bayangkan dan pekirkan sehingga ia dapat didekati dari berbagai segi. Dalam hubungan dengan penganut agama dan ideologi lain, kita hendaknya bekerja demi keadilan dan perdamaian, serta kehiduan manusia dan berusaha memberi kesaksian atas kasih Allah.
Apa itu Teologi Feminisme ?
Pandangan yang merendahkan perempuan bukan hanya ada di luar kekristenan. Di dalam gereja sendiri, sering kali perempuan dipandang sebagai harta milik, objek, polusi yang membahayakan, dan yang paling keras adalah, perempuan dinilai tidak mampu menjadi gambar Allah sehingga mereka dilarang untuk menjadi pemimpin, pengkhotbah dan pengajar dalam ibadah maupun pelayan di gereja. Feminisme yang terjadi di luar gereja berimplikasi ke dalam gereja karena gereja juga merupakan bagian dari dunia.
·        Tulisan-tulisan Paulus
Paulus dalam surat-suratnya pun seolah-olah “mengonfirmasi” status dan peran perempuan dalam gereja, misalnya di I Korintus 14:34-35 dan I Timotius 2:12-16. Pada kedua bagian tersebut Paulus melarang perempuan berbicara dan mengajar dalam pertemuan-pertemuan jemaat. Sikap Paulus tersebut sangat mempengaruhi cara gereja memperlakukan perempuan, dan karenanya ia dicap oleh para feminis sebagai pembenci kaum perempuan (misogynist).

·        Sikap bapa-bapa gereja
Cara bapa-bapa gereja memperlakukan perempuan juga banyak dipengaruhi oleh ajaran Yunani dan Talmud. Menurut William Barclay, pandangan orang Yahudi yang merendahkan perempuan nampak dalam doa pagi orang (baca: pria) Yahudi yang terdapat dalam Talmud. Di dalam doanya setiap pagi seorang Yahudi bersyukur karena Tuhan tidak menciptakannya sebagai seorang kafir, budak, atau perempuan. Teologi feminis berusaha dengan suara kenabian memperbaharui teologi, gereja dan masyarakat. Mereka menafsirkan kembali secara kritis sumber iman Kristen, yaitu Alkitab dengan tujuan berteologi dalam kategori yang lain daripada kategori patriarkhat.
Tokoh-Tokoh  Teologi Feminisme
·        Mary Daly   
Mary Daly adalah seorang penganut Katolik Roma. Bukunya, “the Church and Second Sex” merupakan sumbangan awal yang penting bagi teologi feminisme. Ia kemudian keluar dari iman Kristen. Ia skeptis terhadap mereka yang berpendapat bahwa Alkitab dapat dibebaskan dari tradisi patriarkhal.

·        Rosemary Radford Ruether
Salah satu tulisannya yang terkenal adalah “Pembebasan Kristologi dari Patriarkhat”. Dalam tulisan atersebut, ia mempertahankan bahwa pelayanan Yesus adalah mewartakan kabar baik kepada orang-orang yang direndahkan, termasuk perempuan. Akibatnya, ia sangat setuju dengan praktek selibat.

·        Elizabeth Schussler Fiorenza
Judul bukunya “In Memoriam of Her” yang menggemakan Markus 14:9 – merupakan karya yang berpengaruh. Ia menekankan perlunya melihat peranan yang dimainkan para perempuan pada awal sejarah Kristen, suatu peranan yang penting yang sering diabaikan oleh penafsir Alkitabiah laki-laki. Ini merupakan proses penemuan kembali bahwa Injil Kristen tidak dapat diwartakan jika murid-murid perempuan dan apa yang telah mereka lakukan tidak dikenang.

Hermeneutik Teologi Feminisme
Pengalaman manusia merupakan titik tolak dan titik akhir dari lingkaran penafsiran. Tradisi yang telah tersusun rapi berakar di dalam pengalaman dan terus-menerus diperbaharui oleh pengalaman. Posisi perempuan yang termarginalkan membuat teolog feminis memakainya sebagai bahan acuan untuk menafsirkan Alkitab.
Memakai sebagian Alkitab, kaum feminis tidak memakai keseluruhan Alkitab karena ada banyak hal yang menurut mereka meremehkan kaum perempuan. Maka yang dipakai oleh kaum feminis hanyalah sebagian dari Alkitab yang menurut mereka tidak bertentangan dengan prinsip mereka.
Mencari pandangan di luar Alkitab. Ada penafsir feminis yang tidak memusatkan perhatiannya pada Alkitab, melainkan pada perjuangan setiap perempuan dan laki-laki untuk mengatasi tatanan kuasa patriarki yang menyangkal kemanusiaan.

Tanggapan Alkitab dan Gereja terhadap Teologi Feminisme
Berbicara tentang peran perempuan di dalam gereja, ada 3 bagian Alkitab yang selalu menjadi bahan perdebatan di antara orang Kristen, yaitu :
I Kor 11:5;14:34dan I Tim 2:12.
I Korintus 11:5
Menurut adat masyarakat sewaktu Paulus menulis suratini, perempuan-perempuan sopan harus harus bertudung sewaktu mereka berada di tempat umum. Ayat ini ditujukan kepada perempuan-perempuan yang memimpin doa atau mengajar dalam kebaktian gereja.
Hal ini menunjukkan bahwa Paulus tidak melarang perempuan-perempuan untuk mengajar dan berkhotbah di dalam gereja, asal mereka berdandan dan bertindak dengan sopan, yang dapat diterima oleh adat.
I Korintus 14:34
Perkataan “tidak diperbolehkan untuk berbicara” adalah menanyakan sesuatu sewaktu kebaktian berlangsung. Kalau ditengah-tengah kebaktian mereka dengan spontan mengacungkan tangan untuk bertanya, hal ini akan mengganggu suasana kebaktian.
I Timotius 2:12
Ayat  ini ditulis untuk Timotius yang sering menghadapi seorang perempuan yang “bossy” dalam gereja, sehingga Paulus tidak mengizinkan perempuan tersebut menguasai Timotius. Ini tidak berarti bahwa perempuan tidak boleh mengajar dan tidak boleh menjadi pemimpin, karena akan bertentangan dengan :
ü  Debora seorang hakim yang memerintahIsrael– Hak 4:4-5
ü  Hulda seorang nabiah Yerusalem – II raj 22:14
ü  Hana seorang nabiah yang setia beribadah di Bait Allah – Luk2:36-39
ü  Priskila, teman sekerja Paulus – Kis 21:8-9
ü  Febe – Rm 16:1
ü  Eudia dan Sintikhe – Fil 4:2-3
Hal ini menunjukkan bahwa tidak berarti pada masa itu sama sekali tidak ada tokoh perempuan yang terkemuka dalam gereja, hanya saja bapak-bapak gereja tidak menyukai teolog perempuan. Kemungkinan besar hal ini terjadi karena saat itu kaum perempuan menikmati posisi mereka yang terkemuka sebagai guru di lingkungan gnostik.
Itu sebabnya kepemimpinan wanita pada saat itu sering kali diasosiasikan dengan bidat atau ajaran sesat yang tidak diterima gereja.

Tanggapan Gereja
Sikap mendukung gerakan feminisme ini didasari atas pertimbangan bahwa gereja menghargai perempuan dan laki-laki pada porsi yang sama sebagaimana Tuhan menghargai mereka. Perbedaan yang ada pada laki-laki dan perempuan terletak pada sistem otakyang berkaitan dengan kerja hormon. Namun dalam hal kesempatan bekerja dan berkarir serta pelayanan mendapatkan kesempatan yang sama. Demikian juga seorang perempuan berhak menjadi pemimpin organisasi, termasuk pemimpin gereja.
Dukungan ini terwujud dengan terbentuknya organisasi diantaranya : Men, Women, and God (di Inggris) dan Christians for Biblical Equality (di Amerika).
Sikap gereja yang menolak feminisme berdasarkan studi kritis Alkitabiah terhadap metode hermeneutika mereka, sehingga membangun idealisme bernuansa feminis yang radikal. Yaitu adanya upaya mengganti nama Allah dan membangun sistem masyarakat bercorak matriakal.
Organisasi yang menolak gerakan feminis adalah Council on Biblical Manhood and Womanhood (organisasi yang mendukung kepemimpinan laki-laki dalam keluarga dan gereja).
Gereja menerima gerakan feminisme selama tidak bertentangan dengan kebenaran-kebenaran Alkitab. Dalam hal ini, gereja menerima bahwa perempuan sudah sepatutnya mendapat hak yang sama dengan laki-laki. Namun, bukan berarti mereka dapat seenaknya bertindak menghancurkan kebenaran Firman Tuhan.

PENUTUP
Alkitab sebenarnya tidak melarang adanya gerakan feminisme yang awalnya hanyalah ingin agar tidak ada perbedaan diantara laki-laki dan perempuan. Dalamgalatia3:28, “dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus”. Ini menjelaskan bahwa Alkitab sendiri mengajarkan agar tidak perlu ada perbedaan diantara kita, karena semuanya adalah sama di mata Tuhan.
Gerakan feminisme bisa diterima oleh gereja selama itu tidak bertentangan dengan nilai-nilai kekristenan, seperti feminisme pembaharuan.

Daftar Pustaka

Comments
0 Comments

0 komentar: